Di Bali terdapat kepercayaan budaya yang kental terhadap kekuatan spiritual dan banyak orang yang memperkuat ikatan mereka melalui upacara dan ritual secara spiritual. Kekuatan spiritual dianggap oleh banyak orang Bali memiliki pengaruh yang kuat dalam kehidupan manusia, memberikan keberuntungan, keselamatan, dan perlindungan. Hal ini juga menjadi dasar dari setiap upacara Hindu yang dilakukan oleh Amisewaka-DLCC. 
Untuk membawa lebih banyak keharmonisan bagi staf dan siswa Amisewaka-DLCC, tim manajemen, serta pemangku kami, Jero Mangku Lingga Anyar, meminta audiensi dengan tokoh agama (orang yang dipercaya mampu melihat segala sesuatu secara spiritual) untuk menanyakan apa tindakan terbaik yang harus dilakukan. Setelah beberapa kali kunjungan, diputuskan bahwa Taru Sakti (Kayu Suci) harus dipasang di lobi, di mana ia dapat menangkis energi negatif. Rumah-rumah tradisional Bali memiliki aling aling, yang juga dikenal sebagai dinding maya, di pintu masuk untuk tujuan yang sama.
Kami memperoleh Taru Sakti pada awal April namun harus menemukan tempat yang sesuai untuknya. Kami kemudian harus memutuskan apakah itu akan dibuat dari batu atau kayu; dengan bagian tengahnya yang terbuat dari beton, kami memutuskan bahwa warna yang lebih hangat adalah dengan menggunakan kayu. Taru Sakti akan dibentuk dari Intaran, atau Mimba, sebuah pohon yang dianggap suci oleh orang-orang di berbagai belahan dunia. Pemangku kami menemukan batang pohon Intaran di beberapa desa jauhnya, yang telah ditebang, dan hanya tersisa batangnya saja. Butuh enam orang, sebuah katrol, dan sebuah truk selama dua hari untuk mengeluarkannya dari dalam tanah. Sebuah jalan baru harus dibuat agar truk dapat menarik batang seberat 700 kilogram itu keluar dari hutan, diikuti oleh beberapa orang dan sistem katrol untuk menurunkannya!
Sehari setelah dipasang, manajemen dan staf Amisewaka-DLCC juga melaksanakan upacara yang diadakan pada bulan purnama, yang memiliki makna penting sebagai momen kesucian dan pencerahan, untuk menyediakan ruang suci bagi Taru Sakti Wrksagra Kalpa Druma (pohon harapan dan keabadian dalam bahasa Sansekerta). Di Bali, pohon ini juga dikenal sebagai majegau/cempaga (tanaman obat yang sangat ampuh).
Tahapan utama dari upacara ini adalah pemurnian kayu sebagai bahan dasar, diikuti dengan menstanakan Wrksagra Kalpa Druma dengan kekuatan spiritual Dewa Wisnu di dalamnya. Menurut mitologi Hindu, Dewa Wisnu adalah dewa pemelihara alam semesta dan dipercaya memiliki kekuatan yang besar dalam menopang kehidupan di Bumi. Dengan dipanggilnya Dewa Wisnu, hal ini menjadi simbol bahwa berkah dan perlindungan yang didapatkan berasal dari pohon itu sendiri dan kekuatan dewa yang lebih besar.
Selain upacara di atas, upacara Melaspas (penyucian) juga dilakukan untuk pelinggih Ratu Gede Penungun Karang sebagai tempat suci, atau altar, yang memiliki arti penting dalam kepercayaan dan budaya Bali. Penungun Karang secara harfiah berarti “penjaga karang/pekarangan”. Upacara ini melambangkan penghormatan kepada kekuatan spiritual yang dipercaya melindungi dan menjaga keamanan di area Amisewaka-DLCC. 
Seluruh staf berkumpul bersama untuk berdoa di tempat suci dan Taru Sakti; salah satu anggota staf sangat terharu hingga menangis. Hal ini menunjukkan bahwa Taru Sakti bukan hanya sekedar “sepotong kayu” tetapi sesuatu yang memiliki kekuatan yang dapat dirasakan.
